Sunday, February 27, 2011

Pilihan

Suatu hari di tahun 1998, seorang anak muda berdiri di antrian menuju Gedung Serba Guna suatu perguruan tinggi negeri terkenal di Bandung. Dalam kepalanya, banyak pikiran yang berkecamuk.

Kenapa harus mengantri? Dasar brengsek, kenapa formulir SPMB harus diserahkan tanggal segini pada jam 10.00. Padahal nanti ada test masuk suatu universitas swasta Katolik di Bandung.
(12 tahun kemudian, formulir online sudah ada, mungkin kaga perlu antrian fisik lagi)

Tapi hal yg paling mengganjal pikiran anak muda tadi, yang baru lulus SMA (oh, ya, saat itu namanya SMU), bukan bentrok jadwal. Tapi suatu hal yang menyangkut masa depannya. Ini yang akan mempengaruhi hidupnya, identitasnya, dan jati dirinya.

Pilihan kedua di formulir tersebut telah terisi kode jurusan, yaitu Fisika. Anak muda ini betul-betul senang dengan Fisika. Pelajaran ini selalu menggetarkan hatinya dalam menjalani kehidupan SMP dan SMA.

Tapi apa yang harus dipilih untuk pilihan pertama?

Selama mengantri, anak muda ini berpikir ingin jadi apa dia nanti. Lentera jiwanya tak menerangi dalam perjalanannya menuju masa depan. Semua psikotest yang dijalani mengindikasikan bahwa dia adalah seorang yang memiliki multi talenta.

Teknik Sipil? Teknik Mesin? Teknik Elektro? Teknik Informatika? Atau teknik lainnya?

Orang bilang kalau masuk kampus tempat aku mengantri ini, sebaiknya pilih jurusan teknik. Nanti mudah dapat pekerjaan yang gajinya tinggi. Bla bla bla.

Dag dig dug.
Gerbang akhir dari suatu antrian mulai terlihat.
Pensil 2B masih di tangan.
Pilihan pertama di formulir masih kosong.

Akhirnya diputuskan untuk mengisi formulir dengan kode Teknik Elektro.
Entah kenapa.
Mungkin karena sewaktu SMP senang dengan elektronika praktis.
Mungkin karena sewaktu SMA, ada senior yg masuk Teknik Elektro bilang kalau himpunannya paling besar ruangannya.
Mungkin karena saat itu banyak orang Teknik Sipil menganggur karena krisis ekonomi 1997.
Mungkin karena dipikirnya Teknik Informatika terlalu banyak pemrograman, suatu hal yang asing bagiku ketika sekolah.
Saat SMP dan SMA, dia bisa pakai BASIC, tapi kaga terlalu suka programming, karena dunia ini terlalu abtrak
Mungkin karena dia dengar cerita horor ospek Teknik Mesin.
Mungkin karena dia senang tantangan. Saat itu jurusan Teknik Elektro memiliki passing grade tertinggi.
Intinya sih dia tak tahu kok bisa sampai memilih Teknik Elektro.
Mungkin Sang Kosmos yang menggerakkan hati, pikiran dan tanganku untuk jurusan ini.

***

Masalah pertama dengan bentrok jadwal beres. Bokap anak muda ini mengontak panitia SPMB atau UMPTN untuk memberi kelonggaran bagi orang-orang yang saat itu harus ikut tes masuk universitas lain. Jadi orang-orang ini boleh masuk GSG jam 8 pagi, tak perlu menunggu jam 10. Ternyata masalah ini tidak bisa diselesaikan sendiri, dia butuh bokapnya. Namun perjuangan anak muda ini dan bokapnya mengetuk hati panitia UMPTN untuk bermurah hati pada orang-orang yang sudah bayar buat ujian masuk perguruan tinggi lainnya. Puluhan anak muda lain yang kena bentrok jadwal ini terselamatkan. Mereka bisa tenang untuk ikut ujian.

Anak muda ini merasa senang bisa daftar UMPTN dan bisa ikut tes perguruan tinggi swasta hari itu. Beberapa minggu kemudian, hasil tes keluar dan di perguruan tinggi swasta tersebut dia diterima di jurusan Teknik Kimia.

***

Beberapa hari kemudian, anak muda ini berada dalam ruangan UMPTN. Dua puluh orang dalam ruangan mengisi lembar ujian demi masa depan mereka.

Beberapa minggu kemudian, koran menampilkan hasil UMPTN. Saat itu, hasil juga ditampilkan di Internet. Anak muda ini pergi ke rumah temannya buat ngumpul dan nongkrong. Rame-rame melihat hasil ujian masuk. Dilihatnya nomor tidak ada. Kecewa. Bahkan pilihan kedua pun tidak masuk.

Sepulangnya di rumah, bokapnya juga bilang, kalau kaga bisa masuk perguruan tinggi negeri, kaga apa-apa, kan sudah diterima di perguruan tinggi swasta.

Dilihatnya lagi koran tadi, ternyata yang dilihat adalah hasil untuk IPC, sedangkan dia ikut IPA. Diceknya lagi lembaran tersebut. Nomornya ada.

Lalu bokapnya menunjukkan hasil print dari Internet kalau dia diterima. Anak muda ini dikerjain bokapnya sendiri.

OK, berarti dia diterima di Teknik Elektro, kampus cap gajah tapa.
Diterima berarti dia harus mengantri lagi menuju GSG untuk pendaftaran mahasiswa.

***

Setiap pilihan mengandung konsekuensi.
Hukum III Newton tentang gerak berkata bahwa setiap aksi akan memiliki reaksi yang sama besar.
Akibat memilih jurusan secara asal, anak muda ini menerima konsekuensi bahwa hidupnya akan selalu terombang-ambing. Baik dalam studi maupun setelah lulus.

But anyway, dia memilih Teknik Elektro dan dia ingin bertahan untuk memiliki identitas sebagai Electrical Engineer, bukan bankir, bukan koruptor, bukan politisi, bukan pedagang.

Semoga anak muda ini jadi Electrical Engineer dan hidupnya tak jauh-jauh dari Teknik Elektro.

***

Ditulis ketika anak muda ini sudah tidak muda lagi dan sudah lulus dari studi lanjut di negeri seberang, dengan bidang yang lebih spesifik dalam Teknik Elektro. Sekarang anak muda ini mencari kerja di bidang ini. Karena jati dirinya adalah Electrical Engineer. Semoga dia dapat pekerjaan bidang ini.